Thursday, 10 July 2014

Perkembangan Kognitif (Psikologi Perkembangan Peserta Didik)



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Peserta didik tidak pernah terlepas dari proses belajar, baik itu di sekolah maupun di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan kognitif peserta didik perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam aspek kognitif anak, karena perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, bahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Melalui makalah ini, kami akan memberikan pengertian mengenai perkembangan kognitif peserta didik agar orang tua dan guru dapat memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing peserta didik secara optimal.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognitif?
2.      Apa saja strategi dan gaya kognitif?
3.      Apa pengertian pemikiran kritis?
4.      Apa saja implikasi perkembangan kognitif terhadap pendidikan?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk:
1.         Memahami pengertian perkembangan kognitif.
2.         Mengetahui strategi dan gaya kognitif.
3.         Mengetahui pemikiran kritis.
4.         Mengetahui implikasi perkembangan kognitif terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perkembangan Kognitif
1.         Pengertian Perkembangan Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition, artinya adalah pengertian, mengerti. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan begaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum, kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011: 48) bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Jadi, proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir. Perkembangan kognitif adalah suatu proses menerus, namun hasilnya tidak merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya (Husdarta dan Nurlan, 2010: 169).
2.         Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua, dan teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia sekitarnya, namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya (Hetherington & Parke, 1975).
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks. Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget dapat diringkas dalam tabel 1.1. berikut:
Tabel 1.1.
Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Tahap
Usia/ tahun
Deskripsi Perkembangan
Sensorimotor





Pra-operasional



Operasional Konkret







Operasional Formal
0-2





2-6




6-11








11- dewasa
Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti: menggenggam atau mengisap. Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, gambar-gambar, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang tampak).
Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi, dan mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. Pada saat ini anak dapat berpikiran secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda.
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik. Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di sini anak (remaja) sudah dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir.
Untuk menunjukkan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir, Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu diorganisir dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi dari sudut biologi, adalah integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif mencakup perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal (Lerner & Hultsch, 1983). Proses asimilasi didasarkan atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasikan informasi- informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-informasi tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-istilah yang sebelumnya sudah mereka ketahui.
Akomodasi yaitu perubahan struktur kognitif karena pengalaman baru. Ini terjadi apabila informasi yang baru sangat berbeda atau terlalu kompleks yang kemudian diintegrasikan ke dalam struktur yang telah ada. Dapat juga diartikan sebagai “mengubah struktur kognitif yang ada untuk menyesuaikan atau menyelaraskan dengan pengalaman baru”.
Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, ialah:
a.         Fisik; interaksi antar individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
b.        Kematangan; kematangan sistem saraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
c.         Pengaruh sosial; lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
d.        Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi; proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
3.         Fase-fase Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a.        Perkembangan Kognitif Masa Bayi
1)        Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Piaget
Tahap sensori-motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun. Selama tahap ini, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan pesat dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Dalam hal ini bayi yang baru lahir bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga aktif memberikan respon terhadap rangsangan tersebut, yakni melalui gerak-gerak refleks.
Dengan berfungsinya alat-alat indra serta kemampuan melakukan gerakan-gerakan motorik dalam bentuk refleks-refleks, bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunia sekitarnya. Jadi, pada permulaan tahap sensori-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakan untuk mengkoordinasikan pikiran dengan tindakan. Pada akhir tahap ini, ketika anak berusia sekitar 2 tahun, pola-pola sensori-motoriknya semakin kompleks dan mulai mengadopsi suatu sistem simbol yang primitif. Misalnya anak usia 2 tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan memanipulasikannya dengan tangannya sebelum mainan tersebut benar-benar ada.
Tidak seperti tahap-tahap lainnya, tahap sensori-motorik dibagi ke dalam enam subtahap, di mana masing-masing subtahap meliputi perubahan-perubahan kualitatif dalam organisasi sensori-motorik. Keenam subtahap perkembangan sensori-motorik menurut Piaget tersebut secara singkat digambarkan dalam bentuk tabel 1.2. berikut:
Subtahap
Usia/ Tahun
Karakteristik
I. Early Refleks



II. Primary Circular Reactions




III. Secondary Circular Reactions



IV. Combined Secondary Circular Reactions

V. Tertiary Circular Reactions





VI. The First Symbol
0-1



1-4






4-8





8-12




12-18







18-24
Kepercayaan atas refleks bawaan sejak lahir untuk mengetahui lingkungan; asimilasi dari semua pengalaman refleks; menelan, menyusui, mengisap, menggenggam.
Akomodasi (modifikasi) refleks untuk menyesuaikan objek dan pengalaman baru; bayi mengulangi reaksi yang bersifat sederhana seperti membuka dan menutup mata, menarik selimut untuk mendapatkan kesenangan. Jadi, tindakan yang dilakukan berulang-ulang difokuskan pada tubuh bayi sendiri.
Tindakan yang diulang sudah terfokus pada objek; tindakan digunakan untuk mencapai tujuan; tetapi secara sembrono; perhatian terhadap benda-benda bergerak, mengayunkan lengan dan kakinya semata-mata untuk mencapai kesenangan.
Bayi sudah dapat menguasai sistem respons dan mengkombinasikan tindakan dengan tindakan yang telah diperoleh sebelumnya (skema) untuk mendapatkan sesuatu. Ini merupakan titik awal dari pengertian.
Anak mulai aktif menggunakan reaksi yang bersifat “trial and error” untuk mempelajari objek-objek di sekitarnya. Kegiatan coba-coba yang dilakukannya mulai bisa mengubah gerak-geriknya untuk mencapai suatu tujuan yang lebih jelas. Tahap ini menandai titik awal perkembangan keingintahuan dan minat pada sesuatu yang baru.
Fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensori-motorik murni menjadi taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif.

2)        Perkembangan Persepsi
3)        Perkembangan Konsepsi
4)        Perkembangan Memori
5)        Perkembangan Bahasa
b.        Perkembangan Kognitif Masa Anak-anak Awal
1)        Perkembangan Menurut Teori Piaget
Perkembangan kognitif pada masa awal anak-anak dinamakan tahap praoperasional, yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Sebagai tahap “pra” dalam istilah “praoperasional”, menunjukkan bahwa pada tahap ini teori Piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak. Istilah “operasional” menunjukkan pada aktivitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan persitiwa-peristiwa atau pengalaman-pengalaman yang dialaminya.
Pemikiran praoperasional awal dari kemampuan untuk merekonstruksi pada level pemikiran apa yang telah ditetapkan dalam tingkah laku. Pemikiran praoperasional juga mencakup transisi dari penggunaan simbol-simbol primitif kepada yang lebih maju (Santock, 1998). Secara garis besarnya pemikiran praoperasional dapat dibagi ke dalam dua subtahap prakonseptual dan subtahap pemikiran intuitif (Heterington & Parke, 1979; Seifert & Hoffnung, 1994).
Tabel 1.3.
Subtahap
Usia/ tahun
Deskripsi Perkembangan
Pra-konseptual






Intuitif
2-4







4-7
Munculnya sistem-sistem lambang atau simbol, seperti bahasa. Anak mengembangkan kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan secara mental suatu objek yang tiak ada (tidak terlihat) dengan sesuatu yang lain. Kemunculan fungsi simbol ditunjukkan dengan perkembangan bahasa yang cepat, permainan imajinatif, dan peningkatan dalam peniruan.
Penalaran dan pemikirannya masih mempunyai ciri-ciri keterbatasan. Anak belum bisa menjelaskan alasan yang tepat untuk pemecahan suatu masalah menurut cara-cara tertentu. Pemusatan perhatian pada satu dimensi dengan mengesampingkan semua dimensi yang lain. Ditujukan dengan serangkaian pertanyaan yang diajukan anak, yang tidak jarang orang dewasa merasa kebingungan untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut memberi petunjuk akan perkembangan mental mereka dan mencerminkan rasa keingintahuan intelektual, serta memadai munculnya minat anak-anak akan penalaran.

2)        Perkembangan Persepsi
3)        Perkembangan Memori
4)        Perkembangan Atensi
5)        Perkembangan Metakognitif
6)        Perkembangan Bahasa
c.         Perkembangan Kognitif Masa Anak-anak Pertengahan
1)        Perkembangan Kognitif menurut Teori Piaget
Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar (6-12 tahun) disebut sebagai pemikiran operasional konkret. Menurutnya, operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasi konkret adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau konkret yang dapat diukur.
Pada masa ini, anak sudah mengembangkan pikiran logis. Ia mulai mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30; 30 : 6 = 5 (Johnson & Medinnus, 1974). Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindra, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya.
Menurut Piaget, anak-anak pada masa konkret operasional ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Johnson & Medinnus, 1974). Hal ini adalah karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu; negasi, resiprokasi, dan identitas.
Negasi pada masa operasional konkret, anak mulai memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada deretan benda-benda, anak bisa – melalui kegiatan mentalnya – mengembalikan atau membatalkan perubahan yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah benda-benda adalah tetap sama.
Hubungan timbal balik (resiprokasi). Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-banda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal-balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
Identitas. Anak pada masa konkrit operasional sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung, sehingga meskipun benda-benda dipindahkan, anak dapat mengetahui bahwa jumlahnya akan tetap sama.
Setelah mampu mengkonservasi angka, maka anak bisa mengkonservasikan dimensi-dimensi lain, seperti isi dan panjang. Kemampuan anak melakukan operasi-operasi mental dan kognitif ini memungkinkannya mengadakan hubungan yang lebih luas dengan dunianya. Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui sesuatu perbuatan tanpa melihat perbuatan tersebut ditunjukan. Jadi, anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkannya dapat berpikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri ia bertindak secara nyata.
Hanya saja, apa yang dipikirkan oleh anak masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik, benda-banda yang benar-benar nyata. Sebaliknya, benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas, masih sulit dipikirkan oleh anak.
2)        Perkembangan Memori
3)        Perkembangan Pemikiran Kritis
4)        Perkembangan Intelegensi (IQ)
5)        Perkembangan Kecerdasan Emosional (EQ)
6)        Perkembangan Kecerdasan Spiritual (SQ)
7)        Perkembangan Kreativitas
8)        Perkembangan Bahasa
d.        Perkembangan Kognitif Masa Remaja
1)        Perkembangan Kognitif Menurut Teori Piaget
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mancapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.
Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembangnya dengan cepat. Disamping itu, pada masa remaja ini juga tidak terjadi reorganisasi lingkaran saraf Prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Perkembangan prontal lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru. Disamping itu, sebagai anak muda yang telah memiliki kemapuan memahami pemikirannya sendiri dan pemikiran orang lain, remaja mulai membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang tentang dirinya. Ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakkan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat mereka, orang tua mereka, dan bahkan terhadap kekurangan diri mereka sendiri.
2)        Perkembangan Pengambilan Keputusan
3)        Perkembangan Orientasi Masa Depan
4)        Perkembangan Kognisi Sosial
5)        Perkembangan Penalaran Moral
6)        Perkembangan Pemahaman Agama
e.         Perkembangan Kognitif Masa Dewasa
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah apakah kemampuan kognitif orang dewasa, seperti memori, kreativitas, intelegensi, dan kemampuan belajar, paralel dengan penurunan kemampuan fisik.
Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif – belajar, memori, dan intelegensi – mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan ini sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kogntif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu stereotipe budaya yang meresap dalam diri kita.

B.       Strategi dan Gaya Kognitif
1.         Strategi Kognitif
a.        Pengertian Strategi Kognitif
Strategi kognitif adalah kemampuan internal seseorang untuk belajar, berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan (Gagne, 1974). Strategi kognitif merupakan kapabilitas yang mengatur cara bagaimana peserta didik mengelola belajarnya, ketika mengingat-ingat dan berpikir, ia juga merupakan proses pengendali atau pengatur pelaksana tindakan.
Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berpikir seseorang itu unik, yang disebut sebagai executive control (kontrol tingkat tinggi). Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir seseorang secara internal dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu.
Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang dapat digambarkan dalam bagan model dasar belajar dan ingatan dari Gagne seperti berikut:
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
 
RESPONSE
GENERATOR
 
LONG TERM MEMORY
 
SHORT TERM MEMORY
 
SENSORY REGISTER
 
Rounded Rectangle: E
F
F
EC
T
O
R
S
Rounded Rectangle: R
E
C
E
P
T
O
R
S
EXECUTIVE CONTROL
 

b.        Jenis-jenis Strategi Kognitif
Gagne (1984) mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur proses instruksional mulai dari memperhatikan (attending), mengolah stimulus (encoding), mencari kembali informasi (retrieval), dan berpikir. Untuk setiap tahap siswa dapat menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda. West, Farmer dan Wolff (1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar strategi kognitif, yaitu:
1)        Chunking, merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu secara sistematis melalui proses mengurutkan (order), mengklasifikasi (classify, dan menyusun (arrange). Chunking dapat membantu seseorang untuk mengolah data yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks.
2)        Spatial, merupakan suatu strategi untuk menunjukan hubungan antar hal yang satu dengan yang lain. Dalam kategori ini termasuk “frames” atau tabel dan concept maps “peta konsep”.
3)        Bridging, merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang melalui “metafor” (perumpamaan), analogi dan advance organizer. Metafor dan analogi merupakan strategi pengandaian yang dapat menjembatani suatu konsep baru dengan menggunakan konsep yang sudah dipahami sebelumnya. Advance organizer merupakan kerangka dalam bentuk abstrak atau ringkasan tentang konsep-konsep dasar materi yang harus dipelajari, hanya dapat dibuat oleh guru untuk memudahkan siswa belajar.
4)        Multipurpose, merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mneumoncs (jembatan keledai). Rehearsal merupakan cara untuk mereview materi, bertanya, mengantisipasi pertanyaan dan materi, yang hanya dapat dilakukan oleh siswa, guru dapat memberikan waktu agar mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan) merupakan proses visualisasi suatu konsep, kejadian, ataupun prinsip. Mneumonics merupakan alat bantu untuk mengingat, misalnya singkatan.

2.         Gaya Kognitif
a.        Pengertian Gaya Kognitif
Salah satu karakteristik siswa adalah gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar (James. W. Keefe, 1987: 3-4).
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran (Bruce Joyce, 1992: 241). Pengetahuan gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor gaya kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin.
b.        Jenis-jenis Gaya Kognitif
Menurut (Garity, 1985), gaya kognitif merujuk pada cara-cara manusia memproses maklumat dan pengalaman mereka. Gaya kognitif juga membawa maksud cara-cara manusia mengamati sesuatu (persepsi), penyusunan dan pemanggilan balik (retrival) maklumat dan pengalaman (Lachinger dan Boss 1985). Pada kebiasaannya, terdapat 5 gaya kognitif yang utama, yaitu:

1)        Gaya Kognitif Analisis
Antara ciri-ciri murid-murid yang mempunyai gaya kognitif analisis, ialah:
a)         Senantiasa mencari maklumat yang boleh diramal
b)        Senantiasa bimbang jika suatu rancangan yang dirangka gagal
c)         Berpikir secara saintifik
d)        Senantiasa merancang sesuatu dengan teliti dan terperinci
e)         Senantiasa membuat banyak set kriteria serta memilih kriteria-kriteria yang paling baik
f)         Percaya dengan maklumat dan kajian yang cukup, setiap permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan.
2)        Gaya Kognitif Idealis
Ciri-ciri murid yang memiliki gaya kognitif idealis, ialah:
a)         Bersifat reseptif dan pandangan yang luas apabila menghadapi masalah
b)        Suka bertanya ketika dihadapi masalah
c)         Mementingkan aspek moral dan selalu mempersoalkan diri tentang apa yang dilakukan
d)        Suka libatkan diri dalam proses introspeksi diri
e)         Tidak melihat sesuatu situasi sebagai masalah (semua masalah boleh di atasi)
f)         Senantiasa melibatkan diri dalam perbincangan (suportif)
g)        Suka tersenyum dan senantiasa mempertimbangkan emosi orang lain.
3)        Gaya Kognitif Pragmatik
Ciri-ciri murid yang memiliki gaya kognitif Pragmatik, ialah:
a)         Bertumpu pada amalan yang praktikal
b)        Boleh atasi masalah secara realistik dan logik
c)         Suka bereksperimentasi
d)        Mempunyai daya inovasi yang tinggi
e)         Suka merangka strategi dan taktik (melakukan sesuatu pekerjaan)
f)         Boleh melakukan beberapa pekerjaan dalam satu masa
g)        Percaya bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik
h)        Tidak suka perbincangan yang abstrak dan tidak suka menilai orang lain
4)        Gaya Kognitif Realisme
Ciri-ciri murid yang memiliki gaya kognitif Realisme, ialah:
a)         Anggap dunia realita melalui 5 deria (mata, telinga, hidung, lidah, sentuhan)
b)        Tidak bergantung pada maklumat buku atau bahan media
c)         Lebih bertumpu kepada apa yang dilihat secara fisikal
d)        Suka mencari kebenaran (anggap dunia tidak sempurna)
e)         Dapat membuat keputusan dan mempunyai keupayaan untuk betulkan semua masalah
f)         Suka mencari fakta sendiri dan tidak suka bergantung kepada orang lain
g)        Suka dapat kata sepakat dari golongan yang sama
h)        Tidak suka menulis laporan yang panjang
i)          Suka mencari kelemahan dan cara untuk mengatasinya
j)          Suka berinteraksi dengan pakar dalam bidang yang sama dengan idea mereka
5)        Gaya Kognitif Sintesis
Ciri-ciri murid yang memiliki gaya kognitif Sintesis, ialah:
a)         Mampu mencari data dan maklumat untuk menyelesaikan masalah
b)        Kebolehan pemikiran mereka adalah lebih tinggi dari (gaya kognitif analisis)
c)         Kebolehan menggabung, mengintegrasi dan mencantum idea-idea
d)        Boleh mentafsirkan dan merumuskan hasil yang dianalisis (melalui prinsip induksi dan deduksi)
e)         Suka membuat aktivitas pemikiran (rumusan, keputusan, gubahan)
f)         Suka berpikir secara kreatif
g)        Anggap dunia sebagai tempat yang kompleks

C.      Pemikiran Kritis
Terdapat beberapa pendapat mengenai pemikiran kritis yang dikemukakan oleh para ahli pengkaji dan ahli pikir, diantaranya:
1.    Beyer (1985) berpendapat, pemikiran kritis adalah kebolehan manusia untuk membentuk konsep, memberi sebab atau membuat penentuan.
2.    Pascarella dan Terenzini (1991, 2005) mendefinisikan pemikiran kritis sebagai kebolehan individu untuk mengenal pasti isu-isu membuata andaian untuk dibahaskan serta mengenal pasti hubungan penting untuk mendapatkan rumusan yang tepat dari pada maklumat yang sedia ada.
3.    Dewey (1993), pemikiran kritis adalah berpikir secara serius dan mendalam serta membuat pertimbangan dari padanya.
4.    Marlina dan Shaharom (2007), mendefinisikan kemahiran berpiir kritis sebagai kecakapan atau keupayaan menggunakan pikiran untuk menilai kemunasabahan dan kewajaran sesuatu ide, meneliti kebernasan, kebaikan dan kelemahan sesuatu hujah dan membuat pertimbangan yang wajar dengan menggunakan alasan dan bukti yang munasabah.
Kesimpulannya, pemikiran kritis dapat diartikan sebagai proses yang melibatkan pikiran untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, melibatkan pula suatu proses intelektual yang berkaitan dengan pembentukan konsep, aplikasi, analisis, dan menilai maklumat yang terkumpul atau dihasilkan melalui pengamatan dan pengalaman sebagai suatu landasan ke arah keyakinan.

D.      Implikasi Perkembangan Kognitif Terhadap Pendidikan
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiaman, dkk., 2009: 108) berpendapat bahwa:
1.         Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik.
2.         Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik.
3.         Pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran.
4.         Urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama.
5.         Guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran.
6.         Pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah dasar kelas awal.
Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (2002) menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi Guru-guru di sekolah, yaitu:
1.         Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
2.         Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
3.         Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pembelajaran.
4.         Tahap-tahap perkembangan kognitif juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
5.         Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan dengan siswa lain.
6.         Penggunaan metode mengajar yang mendorong anak untuk aktif bertanya, mengemukakan gagasan, atau mengujicobakan suatu materi
7.         Melakukan dialog, diskusi, atau curah pendapat (brain storming) dengan siswa, tentang masalah-masalah sosial, atau barbagai aspek kehidupan, seperti agama, etika pergaulan dan pacaran, polotik, lngkungan hidup, bahayanya minuman keras dan obat-obat terlarang, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Desmita. 2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya.
Nasution, N,. Dkk. Psikologi Pendidikan. Jakarta. 1990.
Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Somantri, S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, S. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.
Chandra, O. 2013. Perkembangan Kognitif. [On-line]. Tersedia: http://okykidamori.blogspot.com/2013/05/pengertian-perkembangan-kognitif.html
Farisa, N. 2012. Gaya Kognitif. [On-line]. Tersedia: http://psikologiduniaku2012.blogspot.com/2012/08/gaya-kognitif.html 2012
Rahman, Z. 2012. Perkembangan Kognitif Peserta Didik. [On-line]. Tersedia: http://cicibon.blogspot.com/2012/09/perkembangan-kognitif-peserta-didik.html

 



No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...